Pendidikan Iman Bagi Anak
Termasuk dianatara tema terpenting dalam tema-tema pendidikan dari sisi muatan ialah pendidikan keimanan anak. Itu karena pendidikan iman berdidri di atas pembentukan asas kebiasaan baik serta pengokohan akiqah yang benar serta penguatannya dalam pikiran dan hati yang terdalam. Juga mengarahkan pada akhlak yang mulia dan penerapannya pada setiap gerak-gerik. Pada fase umur ini, seorang anak membangun visualisasinya terhapap semesta alam. Darinya, ia membangun perilaku, akhlak dan interaksinya. Kebahagiaan yang akan diraih di dunia serta kadar keselamatan di akhirat didapatkan sesuai penerapannya dalam realita kehidupan. Inilah hal yang mesti diperhatikan oleh orang tua. Allah telah mengisyaratkan di dalam Alquran dalam firman-Nya: “Allah mewasiatkan kepadamumu tentang anak-anakmu…” (QS. An-Nisa : 11).
Bahkan Nabi menyebutkan secara gamblang dalam sabdanya : “Setiap anak dilahirkan di atas fitrahnya, kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”(HR. Bukhari no. 1359). Hadis ini menunjukkan beberapa hal, di antaranya :
- Iman adalah fitrah dalam diri manusia. Orang yang berpaling darinya sesungguhnya ia berpaling dikarenakan pengaruh orang lain.
- Hadis menjelaskan tentang tanggung jawab dan peran besar kedua orang tua dan mendidik anak.
- Hadis ini mengisyaratkan bahwa lingkungan memberi pengaruh pada pendidikan anak.
Termasuk di antara karunia Allah subhanahu waTa’ala kepada mausia ialah menjadikan hatinya terbuka untuk menerima iman pada awal tumbuh kembangnya tanpa membutuhkan hujah dan argumentasi. Oleh sebab itu, kedua orang tua hendaknya menjaga hal tersebut dengan sebaik-baiknya. Hendaknya keduanya mensucikan fitrah tersebut. Hendaknya pula keduanya mendidik anak tersebut di atas agama yang benar berdasar kepada teks Alquran dan Sunnah. Hendaknya kedua orng tua tidak sekedar menyerahkan pendidikan anaknya pada lingkungannya, tidak membiarkan anak menyerap begitu saja konsep hidup dari lingkungannya. Islam yang bersumber dari fanatisme (Maksudnya adalah ajaran turun temurun tanpa dipelajari dasarnya, pent-). tidak bisa menjaga anak dari penyimpangan di zaman keterbukaan dan globalisasi. Juga tidak bisa menjaga dari terkikisnya identitas dan lemahnya karakter.
Hati anak adalah sebuah permata bersih dari segala ukiran dan bentuk. Hati itu bisa diberi ukiran apapun. Apabila diajarkan kebaikan dan dibiasakan maka ia akan tumbuh seperti itu dan pasti bahagia di dunia dan akhirat. Kedua orang tua anak, gurunya dan yang mendidiknya akan ikut mendapatkan pahalanya. Apabila dibiasakan berbuat buruk dan dibiarkan seperti binatang liar maka ia pasti sengsara dan binasa. Dosanya ditanggung juga oleh wali dan yang mendidiknya karena perbaikan yang paling baik dilakukan adalah semasa kecil. Apabila anak dibiarkan dengan tabiatnya dan terbiasa dengannya maka sulit untuk mengembalikannya. Olehnya, dalam lingkungan keluarga yang kuat imannya serta konsisten melaksanakan ajaran Islam yang benar, anak yang tumbuh akan mencontoh kedua orang tuanya dalam segala hal. Ia akan membentuk konsep-konsep pada dirinya secara khusus melalui apa yang ia lihat dari kedua orang tuanya. Kita dapati ada yang memaksakan konsep keislaman pada anak dengan cara yang kasar yang memberi efek terbalik pada anak.
Demikian pula, anak yang mendapati kedua orang tuanya tidak berkomitmen menjalankan ajaran syariat maka kelak akan sulit untuk membuatnya tertarik dengan agama. Itu karena pada masa kecil ia tidak melihat pengaruh agama dan tidak terbentuk pada dirinya kecenderungan beragama.
Perkembangan Iman Pada Anak
Agama dalam diri anak dimulai sebagai sebuah konsep. Yaitu konsep keberadaan Allah. Kemudian muncul konsep-konsep lain bersama dengan itu seperti konsep adanya penciptaan, akhirat, malaikat dan setan. Perkembangan iman pada anak ada pada empat ciri :
- Bergantung pada indera: Anak membentuk pemahaman agamanya berdasarkan indera. Saat mulai tumbuh, secara perlahan ia mulai memahami dan mulai melepas ketergantungan pada inderanya hingga ia memahami hakikat agama yang sebenarnya pada usia remaja.
- Meniru: Anak biasanya meniru tata cara ibadah orang dewasa dan menirukan bacaan tanpa mengetahui maknanya, tanpa merasakan ketinggian rohaninya. Hendaknya para pendidik mengambil kesempatan ini yaitu memanfaatkan kecenderungan anak pada fase ini untuk pembiasaan rukun Islam, akhlak, dan rukun iman serta pengaruhnya.
- Mencari Perhatian Dan Kasih Sayang: Anak menyadari rasa gembira kedua orang tuanya, gurunya, dan orangorang di sekitarnya apabila ia melaksanakan ibadah. Maka ia mengerjakan ibadah itu guna meraih kasih sayang mereka. Juga untuk mendapatkan manfaat pribadinya atau untuk menghindari hukuman.
- Fanatisme: Anak bersikap fanatik kepada agamanya disebabkan faktor kebutuhan naluriahnya akan afiliasi dan loyalitas. Bentuk loyalitas yang paling tinggi adalah loyalitas kepada Allah azza wa jalla.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan, kita mengetahui betapa pentingnya konsetrasi pada pendidikan iman. Hendaknya para orang tua dan pendidik berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memahamkan konsep keimanan kepada anak. Terlebih lagi di zaman ini, zaman yang penuh dengan ujian dan hal-hal yang melalaikan dengan berbagai macam bentuknya. Berikut adalah hal-hal yang hendaknya dilakukkan oleh kedua orang tua :
- Menjaga kesucian fitrah pada diri anak dengan cara mengajarinya kalimat tauhid.
- Menyokong perkembangan iman dengan rukun iman yang enam. Rukun iman ini berdiri di atas pengokohan rasa cinta kepada Allah azza wa jalla dan cinta kepada Rasulullah serta pengajaran Alquran.
Keberadaan fitrah untuk beragama yang bersemayam dalam jiwa dapat membantu kedua orang tua dalam kepentingan pendidikan iman anak. Fitrah-lah yang mengisyaratkan kepada naluri beragama. Naluri tersebut seperti naluri-naluri lainnya yang tidak menerima perubahan namun bisa menerima arahan dan pengembangan. Fitrah ini juga bisa dimanfaatkan pada sisi-sisi yang lain selain dari sisi penciptaannya.
Termasuk di antara hal yang seyogyanya seorang anak muslim tumbuh di atasnya ialah rukun iman yang enam. Rukun yang terpenting ialah iman kepada Allah. Adanya Iman kepada Allah dan kecintaan pada-Nya akan membuahkan rukun-rukun iman yang lain. Allah telah menjadikan rasa cinta pada-Nya sebagai ukuran keimanan yang paling ditekankan. Demikian pula ketundukan kepada-Nya. Maksudnya ialah bahwa rasa cinta kepada Allah akan mendatangkan ketaatan pada-Nya dan permusuhan kepada musuh-musuh-Nya. Allah mewajibkan rasa cinta ini harus lebih dari rasa cinta kepada siapa pun di dunia ini. Allah berfirman : “Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik” (QS, Al-Taubah: 24)
Allah juga menjelaskan bawha tauhid yang murni hanya dengan mengesakan Allah Ta’ala dengan rasa cinta yang mutlak. Allah berfirman: : “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-Baqarah: 165)
Ibadah (yang mana Allah mencinptakan kita untuk itu) adalah tingkatan cinta yang tertinggi. Akar tauhid dan ruhnya ialah kemurnian cinta kepada Allah. Itulah landasan berketuhanan. Itulah dia hakikat ibadah. Tidak sempurna tauhid sampai sempurnanya rasa cinta seorang hamba kepada Allah melampaui dan mengalahkan rasa cinta kepada yang lain. Rasa cinta kepada Allah yang menjadi penentu bagi rasa cinta yang lain. Semua cinta sang hamba mengikuti rasa cintanya kepada Allah. Di situlah kebahagiaan sang hamba dan keselamtannya. Rasa cinta yang dibangun atas dasar keimanan adalah sarana yang paling besar untuk meluruskan perilaku anak. Juga untuk mengokohkannya di atas agama Islam dan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan rasul-Nya. Siapa yang ditanam di dalam hatinya rasa cinta kepada Allah dan rasul-Nya menjadi lurus-lah akidah, ibadah dan akhlaknya. Walau sedikit menyimpang dalam beberapa masalah, atau lalai dan lupa, rasa cinta yang ada dalam hatinya akan mengembalikannya kepada jalan keistikamahan bidznillah. Hal itu disebabkan karena rasa cinta adalah motivasi instrinsik bukan sekedar ekstrinsik.
Penggambaran yang diberikan oleh akidah Islam terhadap keberadaan manusia lebih unggul disebabkan karena kesesuaiannya dengan fitrah dan tabiat manusia. Juga karena kesesuaiannya dengan akal sehat tanpa pertentangan. Akidah Islam juga unggul pada sisi-sisi yang tidak ada pada akidah (keyakinan) yang lain yang mana aturan berpikir, keyakinan, nilai, dan syariat yang saling melengkapi satu sama lain. Dari sisi aturan berpikir dan keyakinan, akidah Islam meletakkan penjelasan yang menyeluruh tentang prinsip alam semesta dan perjalanannya serta hakikat-hakikat semua yang ada di dalamnya maupun dibaliknya.
Akidah Islam juga menjelaskan tentang prinsip kehidupan manusia dan penghujngnya kemudian menetapkan tujuan yang akan dicapai dari diciptakannya alam semesta dan manusia itu sendiri. Akidah Islam menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia tentang keberadaan mereka. Pertanyaan yang harus ditanyakan oleh manusia karena memang demikianlah tabiat akal manusia.
Manusia tidak akan merasa tenang apabila belum mendapatkan jawaban yang mencukupi dan memuaskan bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut. Jika tidak, ia kan hidup dalam kebingungan dan kegundahan yang terus menerus. Itu karena ia belum mendapatkan makna kehidupan.
Hasil Pendidikan Iman
Terdapat sejumlah hasil yang dapat dipetik oleh orang yang mendidik dengan pendidikan iman, di antaranya :
- Inisiatif dan sikap cepat tanggap dalam mengerjakan kebaikan. Pendidik akan mencari pintu mana saja yang bisa mengantarkannya kepada ridha dan kasih sayang Allah.
- Penguatan motivasi instrinsik. Itu karena iman yang hidup akan mengatur perilaku manusia.
- Zuhud di dunia. Ia tidak akan terpaut hati dengan dunia karena perhatiannya ada pada pendidikan iman.
- Pertolongan Allah. Allah akan menolong urusan hambanya yang beriman dengan cara Allah merealisasikan kepentingannya dan menarik kebahagiaan untuknya di dunia dan akhirat.
- Cinta kepada Allah, Setiap kali bertambah imanya, bertampah pula keyakinannya kepada Allah dan rasa cintanya. Smekain ia berpaling dari selain-Nya.
- Hilangnya perilaku buruk dan berkurangnya masalah dengan orang lain. Setiap kali iman bertambah dalam hati maka akan melemah pengaruh hawa nafsu pada hati tersebut. Akan semakin kuat keinginan yang mendoring sesorang untuk berperilaku baik dan berakhlak mulia.
- Pengaruh positif bagi orang lain. Mukmin yang kuat imannya akan berusaha memperbaiki dirinya dan sekitarnya.
- Merasa tentram dan tenang. Setiap kali keyakinan di dalam hati menguat, rasa takut dan kecemasan yang menghantui manusia pun sirna.
Poros Pendidikan Iman
Hendaknya orang tua mengajarkan hal-hal yang mengokohkan keimanan anak dan meluruskan perilaku dan akhlaknya. Juga menguatkan perasaan loyal kepada ummat Muhammad. Poros yang paling utama termasuk dalam hal ini ialah :
- Mengajari tentang rukun iman yang enam. Beriman secara umum tentang betapa menyeluruhnya syariat dan kesesuaiannya dengan fitrah serta tabiat manusia. Juga dengan memperhatikan agar jangan sampai sekedar mendiktekan namun kehilangan ruh iman itu sendiri. Juga dengan antusiasme untuk menyelenggarakan hal tersebut berdasarkan metode ilmiyah yang membangkitkan hati dan akal serta memperindah perilaku.
- Mendidik anak untuk mencinti Nabi beserta keluarganya, istri-istrinya, dan seluruh sahabatnya tanpa berlebih-lebihan ataupun sebaliknya.
- Mendidik anak untuk mengagungkan agama dan syiar-syiarnya serta memperingatkan mereka agar jangan memperolok syiar agama dan merendahkannya atau tidak perduli dengannya.
- Mengajarkan kepada anak bahwa iman yang wajib itu tidak sempurna tanpa amal shalih. Hendaknya diajarkan kepada mereka bahwa iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Pendidikan Iman yang benar adalah sebuah kebutuhan hingga ia memberikan hasil pada akhlak, perilaku dan ibadah.
- Mengokohkan iman dan pengagungan terhadap hari kiamat pada jiwa anak, serta mengaitkan balasan terhadap amal yang dilakukan hamba di dunia pada hari itu. Siapa yang berbuat baik maka baginya surga. Siapa yang berbuat buruk maka baginya neraka.
- Menegaskan adanya pengawasan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, bahwasanya Allah melihat dan mendengarkan mereka tidak pernah luput sedikitpun dari keadaan mereka.
- Memperdalam kesadaran anak bahwa ia berada di atas kebenaran. Hal ini akan mendorongnya untuk berpegang kuat dengan agamanya.
Metode Pendidikan Untuk Menanamkan Keimanan
Metode ini dapat dibagi menjadi dua cara: yang pertama sebelum umur tamyiz dan yang kedua setelahnya.
Di antara hal-hal yang dapat membantu menguatkan keimanan sebelum umur tamyiz adalah:
- Mengaitkan anak kepada nama-nama yang ia sering dengar di lingkungannya seperti: Abdullah, Abdurrahman, Abdul Karim, dll. Juga dengan berusaha menjelaskan makna-maknanya secara umum. Juga dengan mengajaknya untuk mendengarkan adzan. Juga dengan mengajarkan zikir dan doa sehari-hari kepada anak dan melatihnya untuk menjaga zikir tersebut dengan cara membacanya saat bersama anak. Mengingatkannya tentang nikmat Allah Ta’ala terutama saat makan karena selalu terulang. Mengajarkan anak membaca basmalah saat permulaan makan dan mengakhirinya dengan alhamdulillah.
- Membantunya menghapal beberapa surat-surat Alquran disertai mengajarkan maknanya. Memahamkannya bahwa Alquran adalah kalamullah. Hal yaang pertama kali harus diajarkan kepada anak adalah surah Al-Fatihah lalu Al-Ikhlash serta Al-Falaq dan An-Nas. Demikian pula hendaknya anak diajari menghapal beberapa syair yang mengandung makna iman yang benar.
- Hendaknya diperhatikan agar nama Allah disebut pada momen-momen bahagia dan penuh kasih sayang. Hendaknya nama Allah tidak disebutkan saat menghukum dan bersikap keras kepada anak di usia dini. Hendaknya tidak memperbanyak pembicaraan tentang amarah Allah, adzab-Nya dan api neraka.
- Memahamkan anak akan keindahan ciptaan Allah, kekuatan-Nya dan kesempurnaan aturan-Nya agar anak merasakan keagungan sang pencipta dan kuasa-Nya serta menjadikan ia cinta kepada Allah Ta’ala. Itu karena anak mengetahui bahwa Allah yang mengatur seluruh makhluk yang ada.
- Melatih anak untuk beradab dan membiasakannya bersikap lembut, berkasih sayang, santun dan mendengarkan orang lain. Menanamkan pada diri anak sosok-sosok muslim yang patut dicontoh melalui suri tauladan yang baik. Hal itulah yang menjadikannya hidup di tengah lingkungan yang baik sehingga ia mengutip semua kebaikan dari sekitarnya.
Setelah umur tamyiz, selain dari metode-metode di atas hendaknya orang tua menambahkan beberpa metode lain yang mengandung unsur asah pikiran dan perenungan, di antaranya :
- Mengajarkan anak kadar keagungan semsete alam dan kerumitan penciptaanya serta kesempurnaanya. Hal ini guna menguatkan rasa takzimnya kepada Allah subhanahu wata’a. Allah berfirman :
“(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu…” (QS. An-Naml: 88). - Mengingatkan anak tentang hikmah-hikmah dari perbuatan dan ciptaan-Nya agar ia semakin cinta kepada Allah dan memuji-Nya. Misalnya hikmah penciptaan siang dan malam, matahari, bulan dan penciptaan panca indra (pendengaran, penglihatan, lidah dan lain sebagainya). Allah berfirman:
“Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar…” (QS. Ar-Rum : 8) - Memanfaatkan kesempatan untuk memebrikan arahan kepada anak lewat peristiwa-peristiwa yang yang terjadi dengan cara yang oenuh hikmah. Hal itu diharapkan dapat menjadikan anak semakin mencintai kebaikan dan menjauhi kejelekan. Contohnya: apabila ia sakit, sebagai orang tua hendkanya kita berusaha mengaitkan hatinya kepada Allah. Kita ajarkan doa-doa dan berprasangka baik kepada Allah. Kita juga ajarkan rukiyah. Apabila kita hidangkan untuknya buah-buahan atau makanan manis yang ia sukai, hendaknya kita memintanya untuk mensyukuri nikmat tersebut dan memberitahunya bahwa itu semua datangnya dari Allah.
Hendaknya kedua orang tua tidak mengajarkan kepada anak perkara iman saat peristiwa-peristiwa yang menyakitkan bagi anak. Itu karena anak belum memiliki kemampuan untuk memahaminya secara sempurna. - Hendaknya dicontohkan secara angsung untuk membiasakan kebiasaan-kebiasaan islami pada diri anak. Oleh sebab itu, seorang pendidik seyogyanya menjadikan dirinya contoh yang baik untuk diikuti.
Pendidik hendaknya mampu menghubungkan anatara agama dan nilai-nilai pekerti melalui perilaku dan interaksinya. Ini menjadikan pendidikan kita menjadi pendidikan yang benar dan bukan sekedar teori semata. - Menggunakan kisah-kisah yang betujuan untuk membekali anak dengan kebaikan dan menjauh dari keburukan. Hendaknya kisah disampaikan dengan cara dramatis yang menyentuh. Juga dengan mengangkat hikmah serta nilai-nilai yang terkadnung di dalam kisah tersebut. Bisa juga dengan menggunakan syair-syair atau nasyid anak untuk menamkan akhlak mulia dan contoh yang baik. Anak juga bisa diajarkan utnuk mengenal Nabi melalui sejarah hidup beliau agar anak mencintai beliau dan mentaatinya. Terutama halhal yang berkaitan dengan masa kecil Nabi. Juga interaksi belau dengan anak-anak serta kelembutannya kepada mereka. Juga dengan menjelaskan bagaimana rupa Nabi dan bagiamna akhlak beliau yang mulia. Demikian pula kisah-kisah para sahabat dan ummahat al-mukminin serta ahlu bait beliau radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
- Bersikap pertengahan dalam mendidik agama bagi anak dan tidak memaksanya mengerjakan apa yang belum bisa ia kerjakan. Hendaknya kita tidak melupakan bahwa senda gurau dan permainan ialah dunia anak-anak. Hendaknya kita tidak membebani anak dengan hal yang bertolak belakang dengan pertumbuhan mental danfisiknya. Jangan memperbanyak beban anak dan membatasi anak dari kebutuhan-kebutuhan asasinya di masa kanak-kanak. Itu karena sikap berlebihan dan kebanyakan kritik dapat menyebabkan pesimisme dan merasa selalu salah. Biasanya ini terjadi pada anak pertama ketika orang tua terlalu bersemangat untuk menjadikan anaknya sempurna.
- Hendaknya membiarkan watak alami anak tanpa adanya campur tangan orang dewasa secara terus-menerus. Yaitu dengan menyediakan kegiatan yang mana sang anak mampu mengeksplorasi dengan sendirinya sesuai bakat dan pemahamannya terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu dapat menumbuhkan rasa ingin tahu pada anak dan membangkitkan kemampuannya.
- Motivasi kepada anak dapat berpengaruh baik. Orang tua hendaknya mendorong anak agar berusaha sekuat tenaga untuk mengerjakan apa yang anak sukai. Setiap kali perbaikan perilaku didasari atas rasa cinta dan unsur pahala maka itu akan menghadirkan perilaku yang lurus dengan cara yang terbaik. Hendaknya orang tua juga membantu anak untuk mengetahui hak dan kewajibannya. Membantunya mengetahui apa yang harus dikerjakan dan apa yang seharusnya tidak dikerjakan. Hal itu dilakukan dengan terus memahamkan anak tentang kemuliaan dirinya dan kedudukannya. Semua itu dilakukan dalam kedisiplinan dan tidak terkesan memanjakan.
- Menanamkan pada hati anak penghormatan dan pemuliaan terhadap Alquran Al-Karim agar anak merasakan kesucian Alquran dan mengikuti perintahnya. Semua itu ditanamkan dengan cara yang menarik agar anak mengetahui bahwa jika ia menguasai cara membaca Alquran maka ia akan memperoleh derajat malaikat yang terpuji. Hendaknya orang tua membiasakan anak untuk senantiasa beradab saat membaca Alquran seperti; membaca ta’awwudz danbasmalah, menghormati mushaf Alquran serta mendengarkan bacaan Alquran dengan baik. Hendaknya orang tua membiasakan anak untuk mendengarkan ayat-ayat Alquran karena hal ini dapat membantu meningkatkan kemampuan berbahasanya (maksdunya kemampuan bahasa arab, pent-). Hendaknya orang tua juga memotivasi anak agar membaca Alquran. Orang tua bisa mengajarkan beberapa tafsir ayat-ayat yang berisi nilai-nilai akidah dari surah-surah yang telah dihapalkan oleh anak seperti: surat Al-Fatihah, Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Nas. Hendaknya orang tua banyak menceritakan kisah-kisah Alquran secara ringkas dan mudah dimengerti secara berulang-ulang dengan metode penyampaian yang beraneka ragam.
- Menggunakan metode tanya jawab. Orang tua hendaknya antusias menyisipkan informasi yang ingin disampaikan pada anak melaui pertanyaan. Hendaknya dibuat agar jawaban anak sesingkat mungkin. Hendaknya pertanyaan yang diberikan sesuai dengan umur anak dan tingkat pemahamannya. Hal ini memberikan dampak yang besar terhadap penyerapan nilai dan perilaku terpuji oleh anak, juga terhadap perubahan perilaku anak.
- Orang tua bisa menjelasakn kepada anak beberapa hadis atau potongan hadis bertemakan akidah yang sesuai dengan tingkat pemikiran anak dengan penjelasan sederhana dan menarik. Hendaknya menggunakan kalimat-kalimat yang ringkas dan dapat diserap oleh akal sang anak. Orang tua dapat mengajari anak dengan cara mengulang-ulangi kata-kata yang menumbuhkan keimanan agar kata-kata itu semakin kokoh dan kuat dan ia dapat menggunakannya secara otomatis. Contoh : kalimat “Qaddarallah wa masya fa’ala” (Allah telah menakdirkan dan Dia melakukan apa yang dikehendaki-Nya), “Tawakkal ‘alallah” (Bertawakkal-lah kepada Allah), dan “Allahu ‘ala kulli syain qadir” (Allah maha kuasa atas segala sesuatu).
- Dengan dibantu orang tua atau guru, hendaknya anak mencoba menghias ruang kelasnya atau kamarnya dengan tulisan dan kata-kata yang berisi muatan keimanan seperti : “Saya Muslim”, “Aku cinta tuhanku”, dan “Rukun Iman”. Demikianlah contoh sarana pembelajaran yang dapat berkesan di otak anak ketika ia sering melihatnya.
- Hendaknya orang tua mengajari anak bahwa tidak ada orang yang tidak diuji. Setiap insan di dunia ini duji oleh Allah dengan berbagai cobaan dan musibah. Hendaknya orang tua mengajarkan kepada anak bahwa Allah tidak menakdirkan segala sesuatu kecuali dengan hikmah yang sempurna. Hendaknya dikokohkan di dalam hati anak bahwa yang mampu mendatangkan kebaikan dan mencegah keburukan adalah Allah. Bahwa rahmat Allah mendahului amarah-Nya. Hendaknya orang tua menjelaskan kepada anak bahwa jalan keluar datang setelah kesulitan. Demikian aturan Allah. Hendaknya kita menguatkan prasangka baik kepada Allah. Sesungguhnya hal ini ialah sebuah ibadah. Hendaknya orang tua memantapkan dalam hati sang anak bahwa pilihan Allah untuk kita lebih baik daripada pilihan kita sendiri. Bahwa hendaknya seorang insan bersabar dan mengusahakan sebab-sebab yang disyariatkan dan berinteraksi dengan musibah yang menimpanya. Hendaknya setiap insan memiliki sifat ridha dan mengharapkan pahala dari musibahnya tersebut. Akhirnya, hendaknya orang tua mengajari anak untuk senantiasa berdoa karena doa adalah perniagaan yang senantiasa mendatangkan keuntungan bagi sang hamba.
Sarana Pendidikan Iman
Di antara sarana pendidikan yang dapat membantu menanamkan keimanan pada jiwa anak adalah sebagai berikut:
- Suri Tauladan Yang Baik. Sarana ini dianggap sarana terpenting yang bisa memberi pengaruh yang dalam pada mental anak. Nabi telah menegaskan betapa pentingnya suri tauladan dalam kehidupan anak. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amir radhiyallahu‘anhu ia bercerita, “Suatu hari ibuku memanggilku, sementara Rasulullah telah duduk di dalam rumah kami. Ibuku berkata, “Hai kemarilah, aku akan memberimu.” Rasulullah kemudian bertanya kepada ibuku: “Apa yang akan engkau berikan kepadanya?” Ibuku menjawab, “Aku akan memberinya Kurma.” Rasulullah bersabda kepada ibuku: “Jika kamu tidak jadi memberikan sesuatu kepadanya, maka itu akan ditulis sebagai kebohongan atasmu.” Suri tauladan yang baik itu begitu efektif. Di dalam hadis di atas ada peringatan untuk bersifat jujur kepada anak.
- Nasihat Yang Sungguh-Sungguh. Nasihat bisa disampaikan dengan berbagai macam bentuk. Bisa disampaikan secara langsung atau melalui penyebutan contoh, kisah, perbincangan dan lain sebagainya. Hendaknya kita sebagai orang tua mencari momen yang tepat untuk menasihati agar anak tidak bosan.
- Memberi Motivasi Dan Ancaman. Bisa disebut juga metode balasan pahala dan hukuman. Cara ini dianggap sebagi metode emosional yang paling unggul. Metode ini secara langsung menyentuh sebuah fitrah manusia yang telah diciptakan oleh Allah, yaitu menyukai manfaat dan berusaha mendapatkannya serta membenci bahaya dan menolaknya. Metode ini haruslah seimbang dan benar tanpa adanya sikap berlebihan ataupun sebaliknya. Anak itu memiliki jiwa yang rapuh dan transparan. Tidak seharusnya ditakut-takuti karena hal itu dapat berpengaruh negatif terhadap mentalnya. Pada fase ini, hendaknya sisi motivasi diperbanyak dibandingkan ancaman.
- Latihan Dan Pembiasaan. Mebiasakan anak untuk memiliki antusiasme dalam meraih ridha Allah, takut kepada-Nya, malu kepada Allah, dan bersandar kepada Allah setiap saat, serta mengingat bahwa segala urusan di tangan Allah. Hal tersebut dapat melahirkan kekuatan dan ketangguhan yang menjadikannya kokoh dihadapan setiap ujian kehidupan. Hal tersebut juga dapat melahirkan sikap ridha dan melahirkan keyakinan yang membuat hati dan jiwa anak menjadi tenang dan bahagia.
- Pengulangan. Ilmu pengetahuan modern dan penelitian telah membuktikan bahwa pengulangan melahirkan kualitas dalam pengajaran dan penguatan pengetahuan dalam diri manusia.
- Diskusi. Berdiskusi dengan anak akan memperluas pemahamannya dan membuka cakrawala berpikirnya. Akan tetapi, perlu diingat agar orang tua hendaknya menghormati pendapat dan pribadi anak dengan cara mendengarkan sebaik-baiknya serta berbicara dengan tenang. Hal itu dilakukan agar diskusi mengasilkan komunikasi yang baik dan efektif dengan anak, lalu dengan cara itu anak dapat diarahkan dan dididik.
- Buku. Keberadaan perpustakaan yang sesuai dengan kebutuhan anak di rumah sangatlah penting. Hendaknya buku-buku yang disediakan mencukupi kebutuhan ilmiyah, wawasan umum, dan keimanan anak. Sebaiknya, perpustakaan yang disediakan beraneka ragam bentuknya, mulai dari bacaan, audio, serta perpustakaan digital. Termasuk hal yang penting ialah hendaknya perpustakaan berisi materi-materi cerita/kisah karena kisah adalah sarana pendidikan yang penting dan berfungsi dengan baik. Dalam sejarah perjalanan hidup rasulullah dan para sahabatnya terdapat banyak sekali kisah-kisah yang mendidik.
- Teknologi Informasi dan Media Teknologi Informasi dan Media adalah sarana yang mendukung penanaman dan pengajaran doktrin bagi anak hingga anak mampu memahami. Doktrin yang disampaikan dengan cara ini mampu menarik perhatian sang anak karena dikemas dengan paduan warna yang menarik bagi anak dan sesuai dengan keadaan mental anak-anak.
- Tabiat Ada banyak tabiat pada diri sang anak yang bisa dikembangkan. Di antaranya adalah tabiat gemar bermain, bekerja sama, meniru, dan lain-lain. Melalui permainan, anak mampu mempelajari hal di sekitarnya serta mengungkapkan sejauh mana pengetahuannya dan pemahamnnya. Hal itu bisa digunakan untuk menjelaskan nila-nilai hidup serta konsep tentang alam semesta yang benar. Juga untuk menanamkan prinsip pada diri anak dengan cara yang sederhana dan sesuai. Perhatian anak dan pemanfaatan momen jika digunakan dengan baik untuk mengarahkan anak maka akan meninggalkan pengaruh positif yang kuat bagi diri anak.
- Doa. Doa adalah tanda betapa butuh dan berharapnya sang hamba kepada karunia tuhannya. Allah mengajak hamba-hama-Nya untuk berdoa dan menjanjikan jawaban atas setiap doa. Allah berfirman:
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu…” (QS. Ghafir : 60). Doa adalah sarana terbesar bagi pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Sarana ini telah digunakan juga oleh para pendidik besar, yaitu para Nabi guna mengokohi keimanan dan tauhid. Allah berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS.Ibrahim : 35).
Doa untuk anak adalah tanda kebaikan termulia dalam mendidiknya. - Meniru Meniru adalah tabiat anak. Berikanlah anak kesempatan misalnya pintalah ia meniru imam masjid. Pintalah ia salat dan membaca Alquran seakan-akan ia adalah imam. Atau pinta ia meniru khatib, biarkan ia berdiri dan berkhutbah. Pinta ia menjadi guru, biarkan ia mengajar dan menjelaskan dan seterusnya… Ini akan menguatkan nilai-nilai dalam hatinya. Ia akan merekam kenangan ini dan nilai-nilai terebut pada dirinya.
Ciri-Ciri Pendidik
- Memiliki Kasih Sayang dan Kelembutan Pendidikan tidak akan memberikan hasil yang baik jika tidak dibarengi dengan sikap lembut hingga hati anak terpaut kepada pendidiknya karena kasih sayang. Al-Aqra’ bin Habis menyaksikan Nabi mencium Al-Hasan dan Al-Husain. Ia berkata kepada Nabi, “Saya memiliki sepuluh orang anak dan satu pun tak pernah saya cium.” Nabi bersbda, “Barang siapa yang tidak menyayangi tidak akan disanyangi.” (HR. AlBukhari no. 5997). Nabi juga pernah bersabda, “Para penyayang akan disayangi oleh Ar Rahman. Sayangilah penduduk bumi maka kalian akan disayangi oleh siapa saja yang di langit.» (HR. Abu Dawud no. 4941).
Santun dan Pemaaf Nabi telah sampai pada puncak akhlak ini. Contohnya, apa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Ia berkata, “Aku pernah berjalan bersama Nabi yang ketika itu Beliau mengenakan selendang yang tebal dan kasar buatan Najran. Kemudian seorang Arab Baduy datang lalu menarik Beliau dengan tarikan yang keras hingga aku melihat permukaan pundak Nabi berbekas akibat tarikan yang keras itu. Lalu orang itu berkata: “Perintahkanlah, agar aku diberikan harta Allah yang ada padamu”. Kemudian Beliau memandang kepada orang Arab Baduy itu dan tertawa Lalu Beliau memerintahkan agar memberinya”. (HR. Al-Bukhari no. 5809). Sifat yang tekait dengan sifat santun ini adalah sifat mudah memaafkan. Allah berfimran:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf : 199)
Agar sifat santun terwujud, Nabi mengajak agar tidak mudah marah bahkan melarang seseorang untuk marah. Dalam hadis shahih disebutkan bahwa seseorang datang kepada Nabi dan berkata kepada beliau, “Berilah aku nasihat!” Nabi bersabda, “Jangan marah!” Nabi pun mengulanginya “Jangan marah!”.(HR. Al-Bukhari no. 6116)- Sabar Seorang pendidik harus memiliki sifat sabar dan tidak terburu-buru dalam mengajari anak didiknya. Jangan terburu-buru mengharapkan hasil didikannya, hingga ia dirasuki kejenuhan dan perasaan gagal mendidik. Seorang pendidik yang tidak penyabar seperi seorang musafir tanpa bekal.
- Berkembang Pendidik hendaknya memperhatikan kemampuannya untuk naik ke tingkatan yang memungkinkannya bisa menunaikan perannya sebagai pendidik.
- Adil Jika seorang pendidik membeda-bedakan anak didiknya tanpa ada sebab yang jelas maka hal itu akan menjadikan interaksi anak didik yang lain berkurang. Juga akan mengurangi keharmonisan dalam ruang pendidikan itu sendiri. Apabila ada ketidak-adilan pada seuatu, apa pun itu, pastilah sesuatu itu akan menjadi rusak
- Amanah dan Integritas Hendaknya seorang pendidik bersifat jujur dan dapat dipercaya dalam interaksinya dengan anak didiknya. Amanah termasuk di antara sifat para rasul yang menyampaikan. Amanah adalah syarat utama dalam perbaikan kerja dan profesionalitas guna meraih tujuan dan kesuksesan.
- Bertakwa Orang yang bertakwa kepada Allah akan diberi taufik dari Allah tanpa diduga-duga. Takwa itu bersama dengan taufik, kesuksesan, keshalihan dan keberuntungan di dunia dan akhirat.
- Ikhlas Amal yang tidak ditujukan karena Allah akan tertolak. Orang yang mengerjakannya hanya mendapatkan lelahnya saja.
- Berilmu Orang yang berilmu akan menjadi bijaksana memandang keadaan dan kesudahannya. Sementara orang yang tidak berilmu akan menyia-nyiakan apa yang ada saat ini dan merusak masa yang akan datang.
- Bijaksana Ketika seorang pendidik dapat meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, maka akan didapat hasil yang diharapkan. Pendidikan akan mengasilkan buahnya. Kepentingan seorang pendidik adalah bagaimana ia masuk ke dalam jiwa anak dan mengarahkan serta mendidiknya.
- Memiliki Keyakinan Terhadap Fungsi Pendidikan Pendidikan ialah sebuah pemberian jiwa dan ruh. Siapa yang tidak meyakini fungsinya niscaya tidak dapat memberi.